Minggu, 01 Mei 2011

KISRUH KOALISI PEMERINTAHAN SBY-BOEDIONO


Kisruh Koalisi - Pemberitaan tentang kisruh koalisi begitu senter diberbagai media massa, baik cetak maupun elektronik dalam kurun beberapa hari terakhir
Partai Golkar dan PKS yang merupakan bagian dari partai koalisi pemerintah ketika itu menerima hak angket mafia pajak, sementara Partai Demokrat, PKB, PAN, dan PPP yang juga bagian dari partai koalisi menolak hak angket. Meski hak angket mafia pajak gugur di paripurna setelah melewati proses voting yang ketat. Sebanyak 266 anggota DPR menolak penggunaan usulan hak penyelidikan tersebut. Namun kemudian perbedaan opsi pilihan antara partai koalisi, hingga membuat isu reshuffle seketika langsung mengemuka.
Memang Wakil Sekjen Partai Demokrat Saan Mustofa telah membantah dengan keras bila reshuffle dikait-kaitkan dengan bergulirnya hak angket mafia pajak, tapi karena isu ini kian gencar bergulir semenjak adanya perpecahan suara dalam hak angket itu, maka tentu saja masyarakat akan tetap mengagap kisruh koalisi ini adalah perpanjangan dari persoalan hak angket mafia pajak yang digulirkan. Menurut Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung, masyarakat awam pun tahu manajemen Setgab tidak berjalan dengan baik. Pramono mengingatkan bahwa koalisi dalam sistem presidensial tidak dikenal dan tidak dibakukan.
Namun dengan kondisi multipartai yang ada saat ini memperlihatkan partai politik lebih memikirkan kepentingannya masing-masing. Kisruh koalisi belakangan ini menunjukkan hitung-hitungan masing-masing pemimpin partai politik, terutama yang tergabung dalam koalisi, mengarah pada kepentingan Pemilu 2014. Tak ada sama sekali kekompakan di dalam Sekretariat Gabungan sebagai wadah parpol koalisi dalam menyukseskan program-program pemerintah untuk rakyat. Koalisi enam partai politik pendukung pemerintah yang tergabung dalam Sekretariat Gabungan retak pasca-usulan Hak Angket Pajak. Partai Golkar dan PKS memilih berseberangan dengan empat partai koalisi lainnya (Demokrat, PAN, PPP, dan PKB) dalam pemungutan suara hak angket. Sebelumnya, dua partai ini juga berseberangan dengan koalisi dalam pemungutan suara terhadap usulan Hak Angket Century. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Dewan Pembinan Partai Demokrat menyebut sikap Golkar dan PKS tidak loyal dan tengah melakukan evaluasi atas koalisi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) buka suara soal kisruh di internal partai koalisi yang terjadi akhir-akhir ini. Dengan tegas SBY meminta agar partai yang tak mampu lagi mematuhi butir-butir koalisi agar memisahkan diri. Dalam pidato lengkap SBY selama hampir 10 menit tersebut, SBY juga menyinggung adanya satu-dua partai yang tak menaati aturan dalam koalisi. Tidak jelas partai mana yang dimaksud, namun selama ini Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golkar selalu dianggap membangkang dari koalisi. Kasus terakhir, dalam usulan hak angket mafia pajak di DPR. PetaPolitik.Com – Sekretariat Gabungan (setgab) partai-partai pendukung pemerintahan SBY-Boediono merupakan kendaraan taktis politik yang efektif dan efisien ketika bermanuver dalam dinamika politik tanah air. Tidak jarang keberadaan setgab menjadi sangat ampuh dalam meredam gejolak politik.  Kondisi inilah agaknya menyebabkan beberapa pihak gerah dengan keberadaan setgab.
Adalah Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin yang melontarkan wacana pembubaran setgab. Tanpa tedeng aling, Din menandaskan bahwa rakyat yang memilih partai-partai politik pada pemilu 2009 lalu tidak memandatkan suaranya untuk koalisi.  Bagi Din, pembentukan koalisi asal mulanya dari sebuah kepentingan politik. Di mana pembagian jatah kursi yang harus dibayar dengan persetujuan atas suatu permasalahan. Akibatnya partai-partai politik tidak lagi kritis. Meskipun koalisi merupakan kewajaran dalam dinamika politik namum keberadaan koalisi dalam bentuk satgas keberadaannya tidak konstruktif bagi pembangunan demokrasi. Manuver politik Ketum PP Muhammadiyah ini ibarat gayung bersambut dari usulan PKS yang menginginkan adanya keinginan membentuk koalisi partai-partai menengah. Cuma bedanya, bidikan Din Syamsudin adalah pada sosok Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sejak pemilu 2009 lalu, perseteruan antara Presiden SBY dengan Din Syamsudin semakin mengental. Presdien SBY yang menjanjikan posisi wakil presiden kepada Din ternyata hanya janji surga. Presdien SBY lebih memilih Boediono untuk maju sebagai capres dan cawapres pada pilpres 2009 lalu. Din yang kemudian merapat ke kubu Jusuf Kalla pun harus menelan pil pahit karena ikut dalam barisan yang tersungkur dalam pilpres 2009. Sedangkan PKS membidik Partai Golkar yang ternyata lebih diajak Partai Demokrat dalam menentukan arah setgab. PKS merasa tersingkir dari kepemimpinan di setgab. PKS tidak nyaman dengan manuver Partai Golkar yang tidak ikut berkeringat pada saat pilpres 2009 namun mendapatkan banyak konsesi dari Presiden SBY maupun elit Partai Golkar. Biarpun Partai Golkar sering merongrong kebijakan pemerintah tapi jatah kekuasaan di eksekutif tidak kalah dengan apa yang di dapat oleh PKS. Terlihat Partai Golkar mampu menempatkan kadernya pada posisi menteri-menteri yang cukup strategis. Sedangkan PKS harus puas dengan posisi menteri-menteri kelas dua saja. Dinamika politik tanah air pada penghujung tahun 2010 yang sudah mulai memanas. Selain untuk persiapan 2014, dalam jangka pendek masih ada reshuffle kabinet yang konon kabarnya akan dilaksanakan awal tahun 2011. Sejumlah menteri dipastikan akan mengalami pergantian dan rotasi. Dalam konteks inilah, keberadaan setgab, bagi partai-partai menengah menjadi andalan untuk tetap bisa menggantungkan posisi menteri bagi para kadernya. Sedangkan bagi diluar setgab, bagi yang ingin menjadi menteri bila tidak mampu melobby setgab maka pilihannya adalah menghancurkan setgab. Bila setgab pecah, dipastikan ketika terjadi reshuffle kabinet, peluang “orang-orang luar” untuk merangsek masuk menjadi menteri lebih terbuka lebar.
Analisis:
1.       Input
            Berdasarkan realita diatas dapat dianalisis bahwa, kasus kisruh koalisi mendapat Input berupa Demands atau tuntutan dari internal maupun eksternal. Dari segi ekternal yaitu dari masyarakat, adanya tuntutan dari masyarakat berkaitan dengan masa depan koalisi atau masa depan kebersamaan parpol koalisi, dimintanya kembali koalisi untuk ditinjau kembali oleh presiden agar tidak membingungkan rakyat, Karena dilihat dari masalah hak angket bank Century dan hak angket mafia pajak mereka tidak sependapat dan bisa dilihat dari parpol koalisi pecah dua kubu. Yang semestinya dalam koalisi itu harus sependapat. Dari segi internal yaitu Desakan, tuntutan untuk menendang partai golkar dan PKS dari koalisi serta mencopot kader-kader dari dua partai itu dikabinet, karena dianggap berkhianat terhadap koalisi pendukung pemerintah partai demokrat yang termasuk dalam parpol koalisi dinyatakan tidak cukup piawai dalam mengelola konflik yang ada dalam koalisi. Partai ini kurang bisa tegas dan cakap dalam mengambil keputusan. Input berupa Support atau dukungan. Dukungan itu berasal dari PPP, PKB dan PAN. Dukungan dari ketiga partai tersebut agar Partai Demokrat dapat menyelesaikan masalah tersebut.
2.      Issu politik dan komunikasi politik
            Setelah adanya input dari berbagai pihak, terdapat proses output dalam masalah ini. Bapak SBY yang sudah mulai merasa bahwa Parpol Koalisi ini harus segera di efektifkan, meminta kepada Ical untuk memperkuat parpol koalisi. Dengan cara mengumpulkan Parpol koalisi dan meminta agar mereka kembali lagi ke kesepakatan yang sudah mereka tandatangani. Jangan sampai ada  perbedaan pendapat dalam parpol koalisi ini yang menyebabkan tidak efektifnya mereka dalam mendukung pemerintahan Sby – Boediono.
3.      Output
Dalam hal ini PKS & GOLKAR terancam keluar dari parpol koalisi. Tetapi yang paling terancam kedudukannya di koalisi adalah partai PKS, karena melontarkan wacana pembubaran setgab. Tanpa tedeng aling, PKS menandaskan bahwa rakyat yang memilih partai-partai politik pada pemilu 2009 lalu tidak memandatkan suaranya untuk koalisi.  Bagi PKS, pembentukan koalisi asal mulanya dari sebuah kepentingan politik. Di mana pembagian jatah kursi yang harus dibayar dengan persetujuan atas suatu permasalahan. Akibatnya partai-partai politik tidak lagi kritis. Meskipun koalisi merupakan kewajaran dalam dinamika politik namum keberadaan koalisi dalam bentuk setgab keberadaannya tidak konstruktif bagi pembangunan demokrasi. Tapi partai PKS sendiri menegaskan bahwa mereka tidak akan keluar dari koalisi
Presiden juga berharap tidak sinkronnya keputusan di koalisi dengan kenyataan politik di ruang terbuka, terutama  di parlemen maupun juga media dihilangkan. Kesepakatan dalam koalisi yang sudah diamini di tingkat pemimpin partai koalisi ternyata berbeda jauh ketika masuk dalam ranah ruang terbuka. Banyak pengurus partai politik yang tergabung dalam koalisi kerap melakukan manuver politik yang garisnya berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, Presiden berharap adanya keefektifan kinerja parpol koalisi dalam menghantarkan pemerintah Sby – Boediono ke arah yang lebih baik.
Semua tanpa kecuali benar-benar harus commited dan mematuhi kesepakatan yang telah disepakati dan secara eksplisit telah di tanda tangani dalam nota kesepakatan  bersama presiden SBY, jika tidak disepakati sanksi akan diberikan, penataan kembali koalisi. Jika ada parpol yang tidak lagi bersedia mematuhi atau menaati kesepakatan maka akan dikeluarkan. 
Dengan demikian diharapkan struktur baru sekretariat gabungan koalisi partai pendukung pemerintahan SBY-Boediono lebih mengefektifkan koordinasi antar partai koalisi.
.
4.      Gatekeepers dalam kasus ini adalah Partai Golkar melalui orang kepercayaan Aburizal Bakrie di parlemen.  

Sumber :
www.petapolitik.news.com , diakses pada tanggal 24 april 2011
www.kompas.com, diakses pada tanggal 24 april 2011
www.wartaberita.net, diakses pada tanggal 26 april 2011
koran kompas, terbit: rabu 13 april 2011